Kamis, Agustus 14, 2008

Ilmu Moneter Yang Menghancurkan dan Yang Memakmurkan...

syukron kepada penulis, ini sangat mencerahkan saya.

Kali ini saya tidak specifik menulis masalah Dinar, tetapi sedikit lebih
makro yaitu sistem moneter yang kita berada di dalamnya. Ini penting agar
kita tahu big picture-nya, konsep ekonomi alternatif seperti apa yang bisa
dibawakan dengan Dinar dan Dirham.

Tanpa kita sadari ilmu ekonomi yang berkembang di negeri ini adalah ilmu
ekonomi kapitalis yang ribawi, sehingga yang benar menurut teori ekonomi
tersebut sering justru terlarang dalam Islam. Berikut adalah contohnya.

Para ahli moneter abad ini misalnya menjelaskan hubungan antara jumlah uang
beredar dengan Produk Nasional Bruto atau Gross National Products (GNP)
dengan menggunakan rumus persamaan pertukaran atau equation of exchange
sebagai berikut :

M x V = P x Q

M = Jumlah uang beredar dalam satuan waktu tertentu
V = Kecepatan perputaran uang rata rata atau berapa kali rata-rata setiap
uang berpindah tangan dalam satu tahun
P x Q = Nilai uang pembelanjaan di suatu wilayah negara
P = Tingkat harga yang berlaku di suatu Negara pada tahun tersebut
Q = Tingkat output riil dari parang dan jasa

Aplikasi rumus ini kami sederhanakan agar dapat digunakan untuk menjelaskan
masalah moneter dan perekonomian yang komplek dengan cara yang lebih mudah
dipahami oleh masyarakat awam sekalipun. Dengan aplikasi yang sederhana dari
rumus ini pula tidak harus diperlukan pengamat ekonomi dengan gelar berderet
untuk bisa menjelaskan apa yang sedang kita hadapi, bahkan orang kebanyakan
yang mengerti arti sebuah persamaan matematis sederhana akan dapat memahami
fenomena ekonomi yang sedang kita jelaskan ini.

Dalam satu persamaan linier M x V = P x Q, apabila sisi kiri naik maka
otomatis sisi kanan naik. Misalnya negeri ini mencetak uang kertas terus
menerus, maka M akan naik. Hal ini tidak harus berdampak negatif apabila
uang tersebut dipakai untuk membiayai sektor riil sehingga Q (output) naik.

Kenaikan uang yang diikuti kenaikan output akan membuat harga relatif tetap
artinya masyarakat bisa membeli kebutuhannya dengan harga yang tidak naik.
Namun apabila uang yang dicetak tersebut hanya berputar di sektor finansial,
menjadi tabungan, pinjaman antar lembaga keuangan, sertifikat bank sentral
dan sejenisnya dan tidak dipakai untuk membiayai sector riil, maka Q tetap
dan sebaliknya P atau harga-harga akan naik.

Inilah isu serius yang terjadi di Indonesia dan di seluruh Dunia yang
menggunakan saat ini seluruhnya menggunakan uang kertas.

Tahun lalu ketika saya menulis buku "Mengengembalikan Kemakmuran Islam
Dengan Dinar dan Dirham" dan melakukan riset kecil-kecilan, Saya peroleh
data yang valid dari BI bahwa saat itu dari Rp 272 trilyun uang yang ada di
Indonesia, yang benar-benar beredar ternyata hanya sekitar Rp 9 trilyun
sedangkan Rp 263 trilyun tersimpan di pundi-pundi BI dan perbankan laainnya.


Dalam situasi ini pencetakan uang yang dilakukan terus menerus tidak
menimbulkan kemakmuran bagi rakyat kebanyakan, malah menyengsarakan karena
harga-harga terus menaik (disebut inflasi) sementara penghasilan belum tentu
naik. Penghasilan rata-rata penduduk kemungkinan besar tidak naik karena
tidak bertambahnya sector riil yang memproduksi sesuatu - artinya tidak ada
tambahan kegiatan ekonomi yang menciptakan lapangan kerja atau menumbuhkan
kesempatan bekerja atau berkarya.

Dalam ekonomi yang bersifat ribawi dimana bunga bank dianggap 'halal'; maka
ada kecenderungan masyarakat atau institusi yang memegang uang untuk memilih
menaruh uangnya di bank dalam bentuk tabungan, deposito dlsb. Dan setiap
kali akan menggunakan uangnya untuk menggerakkan sektor riil akan selalu
dibandingkan dengan bunga yang bisa diperoleh apabila uangnya disimpan di
bank.

Semakin suram prediksi ekonomi, semakin takut orang berinvestasi di sektor
riil dan semakin banyak yang menaruh uangnya di bank saja karena dianggap
aman. Dari pihak bank juga akan terdorong untuk menambah jumlah uang yang
beredar dengan pinjaman, tetapi uang ini mutar balik ke bank karena tertarik
oleh bunga atau interest – artinya pinjaman tersebut tidak menggerakkan
sektor produksi. Karena ini terjadi terus menerus maka akan terjadi spiral
penghancuran sector riil yang diitandai dengan membubung tingginya
harga-harga dan membengkaknya simpanan di bank yang tidak bisa disalurkan –
inilah situasi menjelang krisis yang dikawatirkan banyak pihak.

Sejauh dalam sistem ekonomi dimungkinkan uang menghasilkan uang, maka akan
ada tendensi salah satu pelaku ekonomi menghindar dari perannya untuk
berproduksi dan memilih bermain di pasar uang dan investasi di sektor
keuangan – bukan sektor riil. Apabila hal ini dilakukan oleh banyak pelaku
pada kurun waktu tertentu maka disinilah kehancuran ekonomi itu terjadi.
Proses terjadinya penghancuran ekonomi dari dalam atau atau self destructing
economics dapat digambarkan seperti di illustrasi dibawah.


Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
(Al-Baqarah 276)

Kalau teori ekonomi moneter kapitalis ribawi yang di anut di negeri ini
menghancurkan dirinya sendiri, lantas bagiamana solusinya dari Islam ?

Teori bisa sama tetapi apabila diterapkan dalam lingkungan yang berbeda dan
sistem yang berbeda hasilnya bisa bertolak belakang 180 derajat. Mari kita
gunakan teori yang sama M x V = P x Q untuk menjelaskan sistem ekonomi
berbasis Dinar dan Dirham (uang emas atau perak Islam) dan bebas riba dimana
bunga bank dianggap haram (dan memang haram !). Teori ini kami sebut 'Teori
Kwantitas' (dibaca teori kwantitas dalam tanda petik), karena teori
kwantitas yang asli tidak pernah dimaksudkan untuk diaplikasikan pada Dinar
dan Dirham serta lingkungan yang bebas riba.

M relatif tidak naik karena Dinar atau Dirham tidak seperti uang kertas yang
bisa dicetak kapan saja. Untuk mencetak Dinar diperlukan emas asli yang
tentu jumlahnya tidak banyak. Diperkirakan hanya ada sekitar 150 ribu ton
emas diseluruh dunia saat ini dan setiap tahunnya diperkirakan hanya
bertambah sekitar 1.5% dari penambangan emas di seluruh dunia. Perak memang
jumlahnya tentu lebih besar dari emas, namun juga terbatas.

Dengan scenario Allah yang telah membuat emas dan perak yang jumlahnya
terbatas dan tersebar relatif merata di seluruh dunia – bahkan Amerika
Serikat pun yang menganggap dirinya negara adikuasa hanya menguasai sekitar
8,000 ton emas saja atau 5.3 % dari emas dunia – maka seharusnya
kemakmuran-pun merata.

Dengan tidak naiknya M, sementara Q atau output harus naik secara gradual
sejalan dengan pertumbuhan penduduk dunia dan P relatif tetap (harga
barang-banrang apabila dibeli dengan emas akan cenderung tetap dalam jangka
panjang), maka harus ada yang bergerak mengimbangi gerakan Q atau output.
Tinggal satu faktor yang belum bergerak yaitu V, disinilah rahasianya
ekonomi Islam mengapa Islam sangat mendorong perputaran uang yang cepat dari
satu tangan ke tangan lainnya. Lebih jauh lagi perputaran ini harus luas
tidak hanya berputar di golongan tertentu saja sesuai Ayat Al-Quran 59:7
"….agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara
kamu…".

Segala kebutuhan manusia, termasuk jumlah emas di seluruh dunia untuk
memenuhi kebutuhan mata uang penduduknya, ternyata juga sudah diatur
sedemikian rupa sesuai scenario Allah SWT sehingga akan selalu mencukupi.
Diungkapkan oleh Allah dalam Al-Qur'an QS 54: 49 " Sesungguhnya, Kami
menciptakan segala sesuatu menurut ukuran". Hal ini juga bisa dibuktikan
dari satitistik jumlah penduduk dunia dibandingkan dengan jumlah emas yang
tersedia sebagaimana yang sudah pernah saya tulis di artikel sebelumnya.

Cepatnya perputaran uang dalam ekonomi Islam ini juga digambarkan dalam
suatu Hadits dimana Rasulullah SAW suatu pagi selesai sholat subuh buru-buru
pulang kemudian balik lagi ke Masjid untuk melanjutkan dzikir dan doa'nya.
Ketika sahabat ada yang bertanya, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ia tadi
buru-buru karena ingat ada uang tiga Dirham yang belum disedekahkan.

Pada hadits lain dari Abu Huraira : Rasulullah SAW bersabda , " Jika saya
memiliki emas sebesar gunung Uhud, saya tidak akan suka kecuali setelah tiga
hari tidak tersisa satu Dinar pun yang ada pada ku apabila ada orang lain
yang berhak menerimanya dariku, kecuali sejumlah yang akan aku pakai untuk
membayar utangku". (HR. Bukhari)

Dua contoh diatas menggambarkan seberapa cepat uang seyogyanya berputar
diantara kaum muslimin. Apabila uang tersebut uang kecil putaran ini
ukurannya satu hari, apabila uang besar atau kekayaan yang banyak maka
putarannya tiga hari. Artinya uang bagi kaum muslimin hendaklah terus
bergerak, baik itu untuk konsumsi, di sedekahkan/diinfakkan ataupun
diinvestasikan untuk kegiatan produktif.

Menyimpan uang Dinar dan Dirham secara berlebihan diluar konteks ketahanan
ekonomi tidak termasuk yang dianjurkan, penyimpanan Dinar dan Dirham akan
terkena 'penalty' berupa zakat apabila Dinar dan Dirham tersebut telah
melebihi nisabnya dan disimpan dalam waktu satu tahun. Oleh karena itu bagi
yang mendapat amanah untuk mengelola harta anak yatim-pun, juga sangat
dianjurkan untuk memutarnya secara hati-hati untuk kegiatan produktif karena
apabila tidak maka harta tersebut bisa tergerus terkena zakat dari tahun ke
tahun .

Berbeda dengan ekonomi konvensional, dimana orang yang menabung mendapat
hadiah berupa bunga bank, di Islam menimbun diharamkan. Uang harus
dikembalikan ke fungsi aslinya yaitu sebagai alat tukar, uang tidak boleh
menghasilkan uang, tetapi produksi-lah yang menghasilkan uang. Apabila hal
ini diikuti maka akan terjaga kestabilan ekonomi. Hal ini bisa juga kita
demonstrasikan menggunakan rumus persamaan pertukaran M x V = P x Q dengan
penjelasannya sebagai berikut :

Apabila ada kekawatiran ekonomi akan memburuk kedepan, maka orang tidak
terdorong untuk berinvestasi, karena menabung berlebihan bukanlah
pilihan(tidak ada insentif bunga dan malah terkena zakat), maka pilihannya
tinggal di konsumsi atau disedekahkan. Pilihan untuk konsumsi atau sedekah
ini akan menaikkan apa yang disebut aggregate demand terhadap produk barang
dan jasa. Aggregate demand atau permintaan keseluruhan barang dan jasa yang
naik akan mendorong produksi dan tentu akan menarik kembali pemilik dana
untuk berinvestasi dan ekonomi akan membaik kembali sebelum sempat menjadi
buruk. Putaran stabilitas ekonomi ini disebut Self Balancing Economics yang
dapat diilustrasikan seperti gambar disamping.

Nampaknya sunatullah kestabilan ekonomi mengikuti sunatullah kestabilan alam
semesta seperti beredarnya bulan pada bumi, dan beredarnya bumi pada
matahari dan suterusnya. Nampaknya ini pula hikmahnya mengapa kita diminta
memutari Ka'bah atau tawaf setiap kali kita ke baitullah, agar sebagai
khalifah di muka bumi kita bisa menjaga kestabilan, kelestarian dan
kemakmuran pendghuninya antara lain dengan harta yang berputar cepat ini.

Itulah sebabnya, bagian penting dari pergerakan sosialisasi Dinar dan Dirham
ini juga harus diikuti sistem investasi Dinar dan Dirham yang tersu
disempurnakan. Yang kita lakukan dengan Program Qirad/Mudharabah Dinar
adalah baru awal dari yang harus dibangun ini, tugas kita semua untuk
menyempurnakannya. Wallahu a'alam.

1 komentar:

  1. Ni,mampir donk ke blogku, sekarang udah ada shoutout box-nya... (promosi)

    BalasHapus